Cerita tentang kembalinya sang taruna
Ingat ceritaku tentang seorang taruna berkuda putih?
Kali ini aku ingin menceritakan dia kembali, iya, dia kembali kedalam kehidupan ku
Tepatnya hari senin lalu..
Siang itu, ponsel ku berdering. Sebuah video call dari seseorang yang sudah bertahun tahun tidak pernah kutau kabarnya.
Siang itu dia mengajakku bertemu setelah pulang kerja. Ada yang ingin dibicarakan katanya.
Dan malamnya kita bertemu, Dia menjemputku di depan kantor dengan mobilnya.
"Siapa yang abis makan stik pedes?"
Kalimat pertamanya setelah sekian lama. Menurutnya, wangi parfum ku seperti wangi ciki stik balado. Padahal wangi vanilla mix raspberry. Aku lihat dia tidak berubah sama sekali. Lingkaran hitam di sekeliling matanya masih setia menetap disana. Senyum khas nya yang dulu menjadi bagian paling kusuka pun masih berdiam disana.
Malam itu dia bawa aku berkeliling sekitar Selatan, tidak banyak obrolan diantara kami, ya.. aku memang paling tidak bisa menjaga percakapan dengan baik dan entah kenapa rasa canggung seakan melekat pada kita pada malam itu. Saat itu mobilnya melaju menaiki fly over arah Pasar Minggu, aku memecah keheningan yang sedari tadi berada ditengah kita dengan menanyakan maksud nya mengajak ku bertemu, kau tau jawabnya?
"Kamu.. mau gak nikah sama aku? Aku sengaja ambil arah kesini, aku mau ajak kamu kerumah, ketemu mama, liat surat cerai ku. Malam ini kita perjelas semua."
Itu adalah lamaran pertama dalam hidupku. Kau tau? Aku membayangkan lamaran pertama dalam hidupku akan sangat membahagiakan, seperti banyak sekali kupu - kupu menggelitik perutmu. Bahagia sampai terasa sesak karena senang. Tapi malam itu, semua perasaan kalah dengan semua pertanyaan, banyak sekali tentang kamu, memutar mutar dikepalaku. Sampai tidak tahu harus yang mana dulu yang ku tanyakan.
Malam itu dia bawa aku kerumahnya, menunjukan padaku surat cerai dari hubungan rumah tangga sebelumnya yang telah dia lalui. Lalu membawaku bertemu ibunya, tengah malam itu juga, aku bertemu ibunya di Bintaro. Ibumu bertanya doa apa yang kita inginkan darinya? Lalu ku jawab, doakan agar kita sama-sama yakin akan diri masing-masing. Jawaban itu sungguh tulus ingin ku lakukan, iya. Malam itu juga, aku memutuskan untuk mencobanya kembali. Dengan sepenuh hati.
Kau tau? Sudah bertahun ku coba untuk mulai mencintai lagi, hampir ku masukan diri sendiri kedalam rasa putus asa akan ingin memiliki asa. Kau tau? Kau sungguh menemukanku di tempat paling terpuruk ku selama bertahun belakangan. Ku harap kamu siap menerima keadaan ku yang seluruhnya rapuh.
Disepanjang jalan pulang, kamu menggenggam erat tangan ku seakan menguatkan dan meyakinkan aku untuk langkah selanjutnya. Diperjalanan pulang itu aku bercerita tentang keadaan ku saat ini yang belum kamu tau, tentu saja tidak kamu tau. Kita terpisah selama bertahun-tahun. Tanpa tau kabar masing-masing selain dari postingan di media sosial. Belum, aku belum temukan nyaman saat itu. Namun, tiap kali aku lihat senyum itu. Rasa yakin untuk menetap semakin besar.
Kata yang tepat untuk menggambarkan berhari setelahnya adalah, rumit. Banyak bayang masalalu nya datang menghampiri. Seakan aku mengambil sesuatu dari mereka, seakan aku mengambilnya dengan paksa. Makin banyak cerita, makin banyak pertanyaan memutar dikepala, rumit. Aku mulai sesak. Aku harus mengakhirinya.
Hari itu, aku mengajaknya bertemu. Aku harus menyampaikan semuanya hari ini, jangan terlarut! Aku persiapkan diri dan hati. Tebak apa yang terjadi setelahnya? Aku gagal. Kamu buat hari itu sungguh bahagia. Sungguh sungguh sungguh senang. Kupeluk dan ciumi pundakmu sesering mungkin. Lalu, untuk pertama kalinya, rasa mulai ikut campur akan kita. Dan aku menikmatinya. Aku simpan semua pertanyaan dan kebingungan sebelumnya dibelakang, tidak ku sampaikan padamu, salahku. Semua ku simpan rapat dalam kepala, sampai dengan tidak sadar, ternyata aku membuat tembok pembatas antara kita. Kamu mengeluhkannya.
"Apa kamu tidak bisa melanjutkannya?" Katanya.
Malam itu, kamu sampaikan bahwa aku seperti membuat tembok yang tinggi. Sampai tidak bisa kau jangkau. Terlalu tinggi, terlalu jauh. Katamu. "Beri aku penjelasan"..
Lalu percakapan kita malam itu menjadi sungguh panjang. Tentang hampir saja kamu melepaskanku, tentang kamu yang menjelaskan semua tingkah ku yang seakan membatasi. Mungkin ini bukan membatasi, aku hanya.... terlalu menjaga diri agar tidak mudah merasakan sakit akan asa. Tapi kau yakinkan aku kembali, semua penjelasan, semua kata-katamu. Kamu kembali menenangkan ku. Ah.. andai aku bisa memelukmu saat itu juga. Iya, malam itu aku menumpahkan semua rasa diantara kita. Akhirnya, setelah bertahun, aku mulai mencintai lagi. Aku memutuskan untuk hidup lagi.
Aku yakin kalian menertawaiku saat membaca ini. Tidak apa, tidak apa jika akhirnya dia mematikannya kembali. Sudah.. aku tidak mau terlalu berlarut dalam kecemasan. Doakan aku, ya!
Dari aku, yang mulai nyala kembali.
Malam itu dia bawa aku berkeliling sekitar Selatan, tidak banyak obrolan diantara kami, ya.. aku memang paling tidak bisa menjaga percakapan dengan baik dan entah kenapa rasa canggung seakan melekat pada kita pada malam itu. Saat itu mobilnya melaju menaiki fly over arah Pasar Minggu, aku memecah keheningan yang sedari tadi berada ditengah kita dengan menanyakan maksud nya mengajak ku bertemu, kau tau jawabnya?
"Kamu.. mau gak nikah sama aku? Aku sengaja ambil arah kesini, aku mau ajak kamu kerumah, ketemu mama, liat surat cerai ku. Malam ini kita perjelas semua."
Itu adalah lamaran pertama dalam hidupku. Kau tau? Aku membayangkan lamaran pertama dalam hidupku akan sangat membahagiakan, seperti banyak sekali kupu - kupu menggelitik perutmu. Bahagia sampai terasa sesak karena senang. Tapi malam itu, semua perasaan kalah dengan semua pertanyaan, banyak sekali tentang kamu, memutar mutar dikepalaku. Sampai tidak tahu harus yang mana dulu yang ku tanyakan.
Malam itu dia bawa aku kerumahnya, menunjukan padaku surat cerai dari hubungan rumah tangga sebelumnya yang telah dia lalui. Lalu membawaku bertemu ibunya, tengah malam itu juga, aku bertemu ibunya di Bintaro. Ibumu bertanya doa apa yang kita inginkan darinya? Lalu ku jawab, doakan agar kita sama-sama yakin akan diri masing-masing. Jawaban itu sungguh tulus ingin ku lakukan, iya. Malam itu juga, aku memutuskan untuk mencobanya kembali. Dengan sepenuh hati.
Kau tau? Sudah bertahun ku coba untuk mulai mencintai lagi, hampir ku masukan diri sendiri kedalam rasa putus asa akan ingin memiliki asa. Kau tau? Kau sungguh menemukanku di tempat paling terpuruk ku selama bertahun belakangan. Ku harap kamu siap menerima keadaan ku yang seluruhnya rapuh.
Disepanjang jalan pulang, kamu menggenggam erat tangan ku seakan menguatkan dan meyakinkan aku untuk langkah selanjutnya. Diperjalanan pulang itu aku bercerita tentang keadaan ku saat ini yang belum kamu tau, tentu saja tidak kamu tau. Kita terpisah selama bertahun-tahun. Tanpa tau kabar masing-masing selain dari postingan di media sosial. Belum, aku belum temukan nyaman saat itu. Namun, tiap kali aku lihat senyum itu. Rasa yakin untuk menetap semakin besar.
Kata yang tepat untuk menggambarkan berhari setelahnya adalah, rumit. Banyak bayang masalalu nya datang menghampiri. Seakan aku mengambil sesuatu dari mereka, seakan aku mengambilnya dengan paksa. Makin banyak cerita, makin banyak pertanyaan memutar dikepala, rumit. Aku mulai sesak. Aku harus mengakhirinya.
Hari itu, aku mengajaknya bertemu. Aku harus menyampaikan semuanya hari ini, jangan terlarut! Aku persiapkan diri dan hati. Tebak apa yang terjadi setelahnya? Aku gagal. Kamu buat hari itu sungguh bahagia. Sungguh sungguh sungguh senang. Kupeluk dan ciumi pundakmu sesering mungkin. Lalu, untuk pertama kalinya, rasa mulai ikut campur akan kita. Dan aku menikmatinya. Aku simpan semua pertanyaan dan kebingungan sebelumnya dibelakang, tidak ku sampaikan padamu, salahku. Semua ku simpan rapat dalam kepala, sampai dengan tidak sadar, ternyata aku membuat tembok pembatas antara kita. Kamu mengeluhkannya.
"Apa kamu tidak bisa melanjutkannya?" Katanya.
Malam itu, kamu sampaikan bahwa aku seperti membuat tembok yang tinggi. Sampai tidak bisa kau jangkau. Terlalu tinggi, terlalu jauh. Katamu. "Beri aku penjelasan"..
Lalu percakapan kita malam itu menjadi sungguh panjang. Tentang hampir saja kamu melepaskanku, tentang kamu yang menjelaskan semua tingkah ku yang seakan membatasi. Mungkin ini bukan membatasi, aku hanya.... terlalu menjaga diri agar tidak mudah merasakan sakit akan asa. Tapi kau yakinkan aku kembali, semua penjelasan, semua kata-katamu. Kamu kembali menenangkan ku. Ah.. andai aku bisa memelukmu saat itu juga. Iya, malam itu aku menumpahkan semua rasa diantara kita. Akhirnya, setelah bertahun, aku mulai mencintai lagi. Aku memutuskan untuk hidup lagi.
Aku yakin kalian menertawaiku saat membaca ini. Tidak apa, tidak apa jika akhirnya dia mematikannya kembali. Sudah.. aku tidak mau terlalu berlarut dalam kecemasan. Doakan aku, ya!
Dari aku, yang mulai nyala kembali.
Komentar
Posting Komentar