Sepanjang yang aku ingat
Sepanjang yang aku ingat, hubungan mereka memang tidak begitu manis. Waktu umurku belum belasan, yang ku ingat hanya mama sering murung perihal ekonomi. Namun tetap sabar dan ikhlas. Mencintai, merawat dan menghormati ayahku. Masih saling cinta.. masih saling mengerti.
Sepanjang yang aku ingat, hubungan mereka mulai tidak harmonis. Waktu umurku belasan, yang ku ingat banyak teriakan dari keduanya. Mama mulai hilang pengertian dan kesabaran, aku sungguh mengerti. Karena saat itu, aku pun mulai berani berteriak kepada ayahku. Ayah yang semakin lama semakin tidak sadar akan tanggung jawab nya, yang jika diingatkan akan semakin tidak perduli. Cinta sepertinya sudah mulai dilupakan, yang penting bersama.
Sepajang yang aku ingat, hubungan mereka mulai tidak ada artinya. Umurku sudah di awal dua puluh, mama semakin terasa jauh. Dengan ayah.. dengan kami.. Mama lebih memilih mencari kebahagiaan diluar sana. Bersama itu penting, tapi sungguh lebih penting kebahagiaannya, kan? Ayah mulai gelisah. Mulai merasa akan kehilangan cinta, mulai perduli akan cinta nya. Namun tetap, tidak perduli akan tanggung jawabnya.
Hingga saat ini. Aku pun sudah memutuskan hidup bersama dengan cinta yang ku punya, aku sudah mengerti banyak hal. Namun, kebahagiaan mama sudah seutuhnya bukan Ayah.. bukan kami. Aku sungguh ingin marah, bagaimana bisa? Ribuan kata dan tangisan tak akan terlihat penting. Karena yang paling penting hanya kebahagiaan mu kan, ma? Lupa kalau anak-anak juga kebahagiaan. Ayah sudah pasrah. Kehabisan kata.. kehabisan upaya. Terlambat. Hanya bisa merenung, seringnya amarah meluap-luap. Yang dilampiaskan tentu anak-anak nya, dan ibu nya. Lupa kalau hanya itu yang sekarang dia punya. Tidak berfikir suatu saat tentu akan kehilangan mereka juga.
Nanti.... aku sungguh benci membayangkan cerita nanti.. nanti saat umurku beranjak 30.. nanti saat aku sudah punya anak yang akan tumbuh dan mulai mengerti banyak hal, nanti apa yang harus ku jelaskan kepada nya tentang kakek nya yang ada 2? Atau nenek nya pun akan ada 2? Aku sungguh benci untuk membayangkannya. Aku sungguh muak. Bagaimana bisa ego membuat semuanya hancur?
Sepanjang yang aku ingat, hubungan mereka mulai tidak harmonis. Waktu umurku belasan, yang ku ingat banyak teriakan dari keduanya. Mama mulai hilang pengertian dan kesabaran, aku sungguh mengerti. Karena saat itu, aku pun mulai berani berteriak kepada ayahku. Ayah yang semakin lama semakin tidak sadar akan tanggung jawab nya, yang jika diingatkan akan semakin tidak perduli. Cinta sepertinya sudah mulai dilupakan, yang penting bersama.
Sepajang yang aku ingat, hubungan mereka mulai tidak ada artinya. Umurku sudah di awal dua puluh, mama semakin terasa jauh. Dengan ayah.. dengan kami.. Mama lebih memilih mencari kebahagiaan diluar sana. Bersama itu penting, tapi sungguh lebih penting kebahagiaannya, kan? Ayah mulai gelisah. Mulai merasa akan kehilangan cinta, mulai perduli akan cinta nya. Namun tetap, tidak perduli akan tanggung jawabnya.
Hingga saat ini. Aku pun sudah memutuskan hidup bersama dengan cinta yang ku punya, aku sudah mengerti banyak hal. Namun, kebahagiaan mama sudah seutuhnya bukan Ayah.. bukan kami. Aku sungguh ingin marah, bagaimana bisa? Ribuan kata dan tangisan tak akan terlihat penting. Karena yang paling penting hanya kebahagiaan mu kan, ma? Lupa kalau anak-anak juga kebahagiaan. Ayah sudah pasrah. Kehabisan kata.. kehabisan upaya. Terlambat. Hanya bisa merenung, seringnya amarah meluap-luap. Yang dilampiaskan tentu anak-anak nya, dan ibu nya. Lupa kalau hanya itu yang sekarang dia punya. Tidak berfikir suatu saat tentu akan kehilangan mereka juga.
Nanti.... aku sungguh benci membayangkan cerita nanti.. nanti saat umurku beranjak 30.. nanti saat aku sudah punya anak yang akan tumbuh dan mulai mengerti banyak hal, nanti apa yang harus ku jelaskan kepada nya tentang kakek nya yang ada 2? Atau nenek nya pun akan ada 2? Aku sungguh benci untuk membayangkannya. Aku sungguh muak. Bagaimana bisa ego membuat semuanya hancur?
Komentar
Posting Komentar